Logo Masjid Darul Mabrur
Deskripsi / Slogan Masjid Anda

Keagamaan dan Dakwah

Keagamaan dan Dakwah

A. Dakwah Multikultural

Dakwah multikultural adalah pendekatan penyampaian ajaran Islam yang menekankan penghargaan terhadap keragaman budaya, tradisi, dan agama dalam masyarakat. Konsep ini sangat relevan di Indonesia, yang memiliki masyarakat beragam baik secara etnis, budaya, maupun agama. Dakwah multikultural bukan hanya tentang menyampaikan ajaran agama, tetapi juga tentang membangun kesadaran kolektif untuk hidup berdampingan dalam harmoni.

Dakwah multikultural sejatinya berangkat dari pandangan klasik dakwah kultural, yakni pengakuan doktrinal Islam terhadap keabsahan eksistensi kultur dan kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip tauhid. Hanya saja dakwah multikultural berangkat lebih jauh dalam hal intensitas atau keluasan cakupan kulturnya. Kalau dakwah paradigma kultural hanya fokus pada persoalan bagaimana persoalan Islam dapat disampaikan lewat kompromi dengan budaya tertentu, maka dakwah multikultural memikirkan bagaimana pesan Islam ini disampaikan dalam situasi masyarakat yang plural, tanpa melibatkan unsur “monisme moral” yang bisa merusak pluralitas budaya dan keyakinan itu sendiri.

Dalam konteks ini, para da’i dituntut untuk memahami nilai-nilai lokal dan tradisi budaya masyarakat. Pendekatan ini memastikan bahwa pesan-pesan dakwah dapat diterima tanpa menghapus identitas budaya masyarakat. Misalnya, dalam masyarakat adat, penyampaian pesan agama sering kali lebih efektif ketika disampaikan melalui medium seni atau ritual tradisional yang sudah dikenal. Strategi ini mencerminkan inklusivitas Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.

Namun, dakwah multikultural menghadapi tantangan, salah satunya adalah resistensi dari kelompok yang memiliki pandangan eksklusif. Pendekatan ini sering kali dianggap melemahkan identitas agama karena melibatkan kompromi dengan nilai-nilai budaya lokal. Oleh karena itu, penting bagi para da’i untuk mengedepankan pendidikan keagamaan yang menekankan bahwa Islam mendorong harmoni dalam keberagaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsipnya.

Dakwah multikultural adalah pendekatan yang tidak hanya relevan, tetapi juga mendesak dalam konteks global saat ini. Dengan memahami dan menghargai keberagaman, dakwah tidak hanya menjadi sarana penyebaran agama, tetapi juga alat untuk membangun perdamaian dan harmoni di tengah masyarakat yang beragam. Dari pendekatan dakwah multikultural ini kita dapat menarik satu kesimpulan bahwa relasi agama islam dan tradisi local adalah satu hal yang tidak bias di pisahkan sama sekali. Bukan hanya dalam aktivitas dakwah akan tetapi segala lini kehidupan masyarakat islam tradisi, local menjadi satu penguatan nilai religiuitas yang berkembang di masyarakat yang kiranya penting untuk di pertahankan dan di pastikan bahwa tradisi local tidak mencederai nilai-nilai keagamaan, demikian pula sebaliknya bahwa nilai-nilai keagamaan tidak mencederai nilai-nilai tradisi local yang ada di lingkungan masyarakat.

B. Relasi Islam dan tradisi lokal

Relasi antara Islam dan tradisi lokal di Indonesia telah menjadi salah satu topik yang menarik untuk dikaji, mengingat keberagaman budaya dan adat istiadat di nusantara. Islam, yang mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13, diterima secara damai melalui jalur perdagangan, perkawinan, dan dakwah kultural. Penyebarannya yang damai memungkinkan ajaran Islam menyatu dengan budaya lokal tanpa menghilangkan identitas keduanya. Namun, tidak semua interaksi antara Islam dan tradisi lokal berjalan harmonis. Beberapa kelompok konservatif menganggap tradisi lokal tertentu sebagai bentuk bid’ah atau penyimpangan dari ajaran Islam. Misalnya, tradisi massorong dalma tradisi bugis kerap dikritik karena dianggap bertentangan dengan tauhid. Perbedaan pandangan ini sering kali memunculkan ketegangan dalam masyarakat.

Masuknya Islam ke wilayah Bugis pada abad ke-17 membawa perubahan signifikan dalam struktur sosial dan budaya masyarakat setempat. Proses Islamisasi ini tidak menghilangkan tradisi lokal, melainkan menciptakan akulturasi antara ajaran Islam dan adat istiadat Bugis. Kemunculan Islam dalam masyarakat Bugis yang telah lama mengamalkan kebudayaan mereka yang sudah lebih dulu eksis. Akan tetapi, kedatangan budaya baru ke dalam budaya yang telah eksis tidak menghilangkan nilai dan identitas asal. Pertemuan dua budaya yang berbeda dapat menimbukan benturan satu sama lain.

Berbeda dengan pertemuan budaya Islam dan budaya Bugis justru terjadi percampuran yang menguntungkan satu sama lain. Islam menjadi bagian dari jati diri untuk menguatkan jati diri yang sudah ada sebelumnya. penyatuan Islam dan adat Bugis justru melahirkan makna khusus yang berasal dari masa lalu dengan menyesuaikan kepada prinsip yang diterima keduanya. Pertemuan arus kebudayaan melahirkan model adaptasi yang berbeda, atau bahkan sama sekali baru dengan yang sudah ada sebelumnya. Model adaptasi menjadi ‘di antara bentuk akulturasi’. Akulturasi sendiri diambil dari bahasa Inggris acculturate yang artinya: penyesuaian kebudayaan yang berbeda. Adapun dalam KBBI “akulturasi” adalah perpaduan dua tradisi yang bertentangan namun saling memengaruhi, atau masuknya pengaruh budaya luar dalam suatu masyarakat.

Sebagian menerobos secara eklektif sedikit atau banyak nilai kebudayaan luar tersebut. Dari definisi akulturasi ini, maka dalam konteks masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) dan dalam pertumbuhan selanjutnya telah terjadi korelasi budaya yang saling memengaruhi satu sama lain Dengan proses akulturasi yang berjalan beriringan, maka dua arus kebudayaan yang bertemu melahirkan integrasi. Jika ini disebut sebagai model, maka dapat pula menjadi sebuah solusi. Pembentukan identitas yang sudah selesai kemudian memerlukan klarifikasi dari unsur luar. Di tahap awal tentu akan menimbulkan konflik. Tetapi dalam proses yang ada terjadi proses restrukturisasi.

Proses akullturasi inilah yang menjadi titik temu antara islam dan tradisi local, yang menjadi penguatan nilai islam dan budaya, tentu hal inii menjadi satu epistentrum yang sangat signifikan antara kedua titik yang sama-sama memiliki nilai kuat di lingkungan masyarakat, menjadikan islam sebagai satu jalan menumbuhkan keyakinan dan kebudayaan menjadi penyokong manusia untuk menumbuhkan keyakinanya menggunakan pendekatan tradisi, maka secara gambling dapat kita simpulkan bahwa islam dan budaya local adalah kestuan yang memang secara fundamental tidak bias di pisahkan satu sma lainya.

Meskipun banyak yang pro dan kontra terhdap konsep akulturasi budaya dan Islam, sebagian besar masyarakat justru menganggap bahwa Islam adalah konsep beragama yang tidak menghilangkan nilai-nilai leluhur.